SYARAT DALAM MEMBACA AL-QURAN

 Syarat diperbolehkannya membaca Al-quran ada 3 macam:

1.      صحة السند(Shihhatus Sanad) artinya harus pernah mengaji berhadapan langsung (مشافهة) ) dengan guru yang mempunyai sanad secara mutawatir sampai dengan Nabi Muhammad SAW.

2.      Harus sesuai dengan aturan bacaan bahasa Arab (Ilmu Nahwu), walaupun Do’if.

3.      Al-Quran yang dibaca harus tertulis sesuai dengan aturan-aturan Khot Usmany, dan atau yang mirip dengan Khot Usmany.

Apabila salah satu dari tiga syarat tersebut tidak terpenuhi maka Qiroatnya digolongkan dalam Qiroat Syaddzah (شاذة )

Catatan: Syarat yang pertama : صحة السند (Shihhatus Sanad) dapat pula diartikan bahwa orang diperbolehkan membaca-apalagi mengajar Al-Quran harus pernah atau sudah berguru terlebih dahulu dan sesuai dengan bacaan gurunya.

Cara berguru Al-Quran ada tiga macam, yaitu:

a.       Guru membaca murid mendengarkan, kemudian murid menirukan bacaan guru. Cara ini juga yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika mengajar Sahabat Ubay bin Ka’ab.

b.      Murid membaca guru mendengarkan.

c.       Guru membaca murid mendengarkan.

Pentingnya Musyafahah dalam belajar sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah mengatakan:


   ولقاء المشيخة مزيد كمال في التعليم والسبب في ذلك أن البشر يأخذون معارفهم وأخلاقهم وما ينتحلونه به من المذاهب والفضائل: تارة علماً وتعليماً وإلقاءً، وتارة محاكاة وتلقيناً بالمباشرة. إلا أن حصول الملكات عن المباشرة والتلقين أشد استحكاماً وأقوى رسوخاً 


“Bertemu langsung dengan guru menambah kesempurnaan di dalam pengajaran. Sebabnya adalah bahwa manusia mengambil pengetahuan, akhlak dan berbagai macam kecenderungan berupa mazhab dan keutamaan. Adakalanya dengan cara mengetahui, mengajar dan menyampaikan; adakalanya menceritakan dan menuntun secara langsung. Namun, hasil kecakapan (ilmu) dari metode secara langsung dan dituntun lebih melekat dan menancap” (Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, hal. 348).


Al-Imam al-Nawawi mengatakan:


  قالوا ولا يأخذ العلم إلا ممن كملت أهليته وظهرت ديانته وتحققت معرفته واشتهرت صيانته وسيادته فقد قال ابن سيرين ومالك وخلائق من السلف: هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم  


 “Ulama mengatakan, tidak boleh mengambil ilmu kecuali dari sosok yang sempurna keahliannya, jelas agamanya, valid pengetahuannya, dan masyhur keterjagaan dan kemuliannya. Berkata Ibnu Sirin, Malik dan beberapa ulama salaf; ilmu ini agama, maka lihatlah dari mana engkau mengambil agama kalian”. (al-Imam al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz 1, hal. 66).

Metode dan Syarat Membaca Al-Quran

Membaca Al-Quran jelas memiliki faedah dan keistimewaan yang sangat luar biasa. Setiap hurufnya, kita tahu, diganjar dengan sepuluh kebajikan. Setiap seseorang membaca Al-Quran, hal itu telah dinilai sebagai ibadah. Di masyarakat kita pun rupanya ada yang membaca perlahan-lahan, atau dengan cara cepat. Di kalangan ulama ahli qiraat Al-Quran, cara membaca Al-Quran memiliki empat metode yang biasa diamalkan oleh pembaca Al-Quran.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku Ilmu Tajwid sebuah panduan membaca Al-Quran secara Murattal dan Mujawwad, Dalam buku ini menjelaskan, ada empat tingkatan bentuk bacaan Al-Quran, yaitu:

1.      الترتيل : Tartil ialah membaca Al-Quran dengan lamban, sehingga terlihat semua Makhroj dan Sifat setiap huruf, sambil merenungkan arti lafadz yang dibaca.  Metode ini berdasarkan Firman Allah Swt.:

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا

Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. (Al-Muzzammil: 4)

Dalam kitab Khozinatul asror, karya Syekh Sayyid Muhammad haqqi Annazily dijelaskan, bahwa yang dimaksud tartil adalah:

لاتستعجل فى قراءتك  

Janganlah kamu tergesa-gesa di dalam bacaanmu.

Maksudnya, bacalah Al-Qur'an dengan tartil (perlahan-lahan) karena sesungguhnya bacaan seperti ini membantu untuk memahami dan merenungkan makna yang dibaca, dan memang demikianlah bacaan yang dilakukan oleh Nabi Saw. Sehingga Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa Nabi Saw. bila membaca Al-Qur'an yaitu perlahan-lahan sehingga bacaan beliau terasa paling Iama dibandingkan dengan orang Lain.

2.      التحقيق: Tahqiq adalah bentuk bacaan yang sama dengan tartil, dengan sedikit diperlamban. 

3.      الحدر : Hadr ialah membaca Al-Quran dengan cepat, dan tetap memperhatikan hukum-hukum bacaannya.

4. التدوير  : Tadwir ialah bentuk bacaan antara Tartil dan Hadr.  Cara ini merupakan pertengahan antara cara tahqiq yang begitu pelan dan mantap dan hadr yang begitu ringkas dan cepat. Untuk metode tadwir ini, hal yang terpenting adalah bacaan-bacaan mad yang tidak dipenuhkan, seperti pada mad ja’iz munfashil, tidak sampai panjang enam ketukan. Tidak terlalu pelan, tetapi juga tidak disempurnakan betul.   

Dari keempat metode tersebut, hal yang terpenting adalah bagaimana seseorang yang membaca Al-Quran memahami  ilmu tajwid dan tanda baca seperti waqaf. Setiap Qari tentu memiliki kebiasaan yang berbeda ketika membaca Al-Quran, ada yang terbiasa membaca Al-Quran dengan cara cepat, ada pula yang membaca dengan cara pelan.

Sebaiknya ketika membacaan Al-Quran disesuaikan dengan kebutuhan dan target yang ingin dicapai. Semisal pada even khataman, tentu para hafizh Al-Quran memiliki cara membaca yang berbeda-beda sesuai dengan kebiasaan  demi untuk mengkhatamkan lebih cepat.

Dari empat tingkatan bentuk bacaan Al-Quran, Tartil adalah bentuk bacaan Al-Quran yang terbaik di antara keempat bentuk bacaan tersebut. Sebab Al-Quran diturunkan dengan bentuk Tartil

ورتلناه ترتيلا/ ورتل القرآن ترتيلا

Hukum bacaan tajwid penting diketahui Muslim dalam membaca Alquran. Sebab, membaca Alquran  harus benar dan tartil serta tahu makhrojul khuruf maupun kapan harus berhenti dan lanjut. Salah satu upaya agar bisa membaca Alquran dengan baik dan tartil yakni belajar ilmu tajwid yakni ilmu yang mempelajari tentang cara pengucapan dan pelafalan Alquran.  Allah SWT berfirman: اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ Artinya: Atau lebih dari seperdua itu, Dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan. (QS. Surat Al Muzzamil: 4)

Ibnu Katsir menerangkan maksud ayat tersebut di atas adalah bacalah Alquran dengan tartil (perlahan-lahan) karena sesungguhnya bacaan seperti ini membantu untuk memahami dan merenungkan makna yang dibaca, dan memang demikianlah bacaan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW Sehingga Siti Aisyah radhiallahu 'anha mengatakan bahwa Nabi SAW bila membaca Alquran yaitu perlahan-lahan sehingga bacaan beliau terasa paling Iama dibandingkan dengan orang Lain.  

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui sahabat Anas ra, bahwa ia pernah ditanya tentang bacaan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Maka ia menjawab, bahwa bacaan Alquran yang dilakukan oleh beliau panjang. 


Dalam ilmu tajwid ada beberapa hukum bacaan tajwid yakni hukum bacaan nun mati atau tanwin dan hukum bacaan mim mati. 

Hukum bacaan nun mati bertemu suatu huruf. Hukum ini di bagi dalam beberapa kategori dikutip dari ilmutajwid.

: 1. Idzhar Halqi Idzhar Halqi merupakan salah satu cabang /bagian dari Hukum Izhar yang terdapat dalam Ilmu Tajwid. Idzhar mempunyai makna terang atau jelas. Disebut Izhar Halqi hal ini disebabkan oleh makhraj dari huruf-huruf tersebut keluarnya dari dalam tenggorakan (halq). Hukum Idzhar Halqi ini berlaku bila terdapat Nun Sukun ( نْ ) ataupun juga  tanwin (dhomah tanwin (ــٌـ), kasroh tanwin (ــٍــ) dan fathah tanwin (ــًـ)/ sesudahnya  bertemu dengan huruf-huruf  = Alif (ا), ‘Ain (ع), Ghain (غ), Ha (ح), Kha (خ), Ha’ ( ﮬ)  dan Hamzah  ( ء ) , akan tetapi nun mati ( نْ ) ataupun juga tanwin   ــًــ, ــٍــ, ــٌــ  jarang sekali ketemu dengan huruf hijaiyzah Hamzah ( ء ), namun huruf Hamzah ini merupakan salah satu bagian dari huruf Idzhar Halqi. Cara membaca Idzhar Halqi  adalah wajib  terang/jelas, dan tidak boleh dengan berdengung. Contoh Idzhar Halqi dalam Al Qur’an Untuk Huruf Alif وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ = waminng syarri ghoosiqin idzaa waqoba Contoh di atas terdapat dalam Al Qur’an surat Al ‘Falaq ayat yang ke-3, yaitu kasroh tanwin dan ketemu dengan huruf alif (hamzah), cara membacanya yaitu terang /jelas yaitu qin (ghoo siqin idzaa). 

2. Idgham Bighunnah Hukum Idgham Bighunnah dan ini sering sekali disebut dengan Idgham Ma’al Ghunnah yaitu suatu hukum tajwid yang berlaku ketika ada Nun mati / nun disukun [نْ ] atau  tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) yang bertemu dengan huruf Mim [م], Nun [ن], Waw [و], dan huruf Ya [ي] dan tidak dalam satu kata / kalimat atau harus secara terpisah. Bi berarti dengan. Ghunnah berarti  dengung dan Idgham maknanya adalah meleburkan satu huruf yang berada di depan ke dalam huruf yang ada sesudahnya, atau bisa dikatakan dengan bahaa Arab adalah di-tasydid-kan. Cara membaca dari Idgham Bighunnah yaitu dengan cara meleburkan نْ  [nunt mati ] ataupun tanwin, baik itu dhommah tanwin [ــٌــ], kasroh tanwin [ــٍــ],  ataupun fathah tanwin [ــًــ] menjadi suara huruf yang ada di depannya mim [م], nun [ن], waw[و] dan ya [ي], atau dari keempat huruf tersebut seolah-olah seperti diberi tanda tasydid, dan diiring dengan menggunakan suara yang berdengung 1 Alif – 1 1/2 Alif atau sekitar 2 sampai 3 harakat. Contoh  Hukum Idgham Bighunnah (Ma’al ghunnah) a.  Contoh Nun [نْ] Sukun dan Tanwin[ًٌٍ] bertemu Ya [ي] لِمَنْ يَرَى  : Tulisan aslinya adalah liman yaraa, dan dibacanya adalah limayyaraa اَنْ يَتُوْبُ : tulisan aslinya an yatuuba dan dibacanya adalah ayyatuuba b. Contoh Nun [نْ] Sukun dan Tanwin[ًٌٍ] bertemu waw [و] مِنْ وَرَائِهِمْ : Tulisan aslinya adalah man waraa ihim, dan dibacanya adalah mawwaraa ihim c. Contoh Nun [نْ] Sukun dan Tanwin[ًٌٍ] bertemu mim [م] نَكُنْ مَعَكًمْ : Tulisan aslinya adalah nakun ma‘akum, dan dibacanya adalah nakumma‘akum 

3. Idgham bilaghunnah Hukum Idgham Bilaghunnah yaitu suatu hukum tajwid yang terjadi ketika ada Nun Sukun ( نْ ) atau juga tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) yang ketemu dengan huruf hijaiyah lam ( ل ) atau huruf hijaiyah Ro ( ر ), dan dibaca dengan tidak menggunakan suara yang berdengung Bila maknanya adalah dengan tidak [tanpa]. Ghunnah maknanya adalah   berdengung. Sementara itu Idgham maknanya adalah meleburkan / menggabungkan satu huruf hijaiyah ke dalam huruf hijaiyah sesudahnya, atau bisa dikatakan dengan istilah di-tasydid-kan. Cara membacanya yaitu dengan cara meleburkan huruf hijaiyah  نْ  atau tanwin [ ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ] tersebut menjadi suara huruf hijaiyah sesudahnya yaitu huruf lam /  ل  ataupun huruf ro /  ر, atau dengan cara lafaz yang kedua huruf hijaiyah tersebut seakan-akan  diberi tanda tasydid, dengan tanpa dikuti dengan suara berdengung (ghunnah). Contoh bacaan idgham Bilaghunnah untuk nun mati / tanwin bertemu huruf lam مِنْ لَدُنْكِ : Tulisan aslinya adalah min ladunka, tetapi dibaca milladunka لَطِيْفٌ لِمَا : Tulisan aslinya adalah lathiifun limaa, tetapi dibaca lathiifullimaa 

4. Iqlab Iqlab yaitu salah satu dari hukum tajwid yang terjadi ketika ada huruf Nun Sukun ( نْ ) ataupun juga  tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) yang ketemu dengan huruf hijaiyah Ba ( ب ) . Secara harfiah, Iqlab mempunyai arti menggantikan atau mengubah sesuatu dari bentuk aslinya. Cara membaca Iqlab yaitu dengan cara menggantikan / mengubah huruf  نْ  ataupun tanwin  ــًــ, ــٍــ, ــٌــ jadi suara huruf mim sukun  (  مْ ), oleh karenanya ketika nun mati ataupun tanwian akan bertemu dengan huruf ba (ب , maka  bibir atas dan bibir bawah tersebut posisinya tertutup, dan juga diiringi dengan suara dengung kurang lebih 2 harakat. Hukum Iqlab di dalam Al-Quran, biasanya sudah ditandai dengan huruf mim kecil ( م )  – dan huruf tersebut diletakkan di atas – antara نْ atau  ــًــ, ــٍــ, ــٌــ  dengan huruf ب . Contoh Hukum Iqlab : مَنْ بِخَلَ : mambakhila

  5. Idzhar Wajib atau Mutlak Idzhar Wajib adalah merupakan salah satu bagian dari Hukum Idzhar yang teradapat dalam ilmu tajwid. Bagian ilmu idzhar yang lain adalah idzhar halqi. Cara membaca dari hukum idzhar adalah terang / jelas dan tidak mendengung. Dalam Hukum Idghom Bighunnah diterangkan bahwasannya apabila ada Nun Sukun ( نْ ) dan dibelakangnya teradapat huruf ( ي ـ و ـ ن ـ م ) tetapi dalam satu kata (biasanya tersambung), maka harus dibaca terang /jelas dan tidak berdengung, dan ini disebut dengan Idzhar Wajib/Idzhar Mutlak. Dalam Al Qur’an, idzhar wajib / mutlak ada 4 yaitu :   1. دُنْيَا : dunyaa  2. بُنْيَانٌ : bunyaanun 3. قِنْوَانٌ : qinwaanun 4. صِنْوَانٌ : sinwaanun 

6. Idzhar Khalqi Idzhar Halqi merupakan salah satu cabang /bagian dari Hukum Izhar yang terdapat dalam Ilmu Tajwid. Idzhar mempunyai makna terang atau jelas. Disebut Izhar Halqi hal ini disebabkan oleh makhraj dari huruf-huruf tersebut keluarnya dari dalam tenggorakan (halq). Hukum Idzhar Halqi ini berlaku bila terdapat Nun Sukun ( نْ ) ataupun juga  tanwin (dhomah tanwin (ــٌـ), kasroh tanwin (ــٍــ) dan fathah tanwin (ــًـ)/ sesudahnya  bertemu dengan huruf-huruf  = Alif (ا), ‘Ain (ع), Ghain (غ), Ha (ح), Kha (خ), Ha’ ( ﮬ)  dan Hamzah  ( ء ) , akan tetapi nun mati ( نْ ) ataupun juga tanwin   ــًــ, ــٍــ, ــٌــ  jarang sekali ketemu dengan huruf hijaiyzah Hamzah ( ء ), namun huruf Hamzah ini merupakan salah satu bagian dari huruf Idzhar Halqi. Contoh  Hukum Izhar Halqi : 1.  Nun mati (نْ) atau tanwin (ـًــ, ــٍــ, ــٌــ) bertemu dengan huruf Alif (ا): Contohnya : مَنْ اُوْتِيَ = man uutiya 

7. Ikhfa’ haqiqi Ikhfa’ Haqiqi bila dilihat berdasarkan asal hurufnya [harfiah /etimologi] mempunyai arti menyembunyikan atau bisa juga berarti menyamarkan. Di dalam ilmu tajwid. apabila ada Nun disukun ( نْ ) dan juga tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ), baik itu fathah tanwin, kasrah tanwin dan juga dhomah tanwin kemudian dibelakangnya terdapat  huruf hijaiyah yang berjumlah 15 (lima belas) maka hukumnya adalah ikhfa’ haqiqi.  Ikhfa Haqiqi maknanya adalah menyamarkan /menyembunikan huruf Nun Sukun ( نْ ) ataupun juga tanwin (fathah tanwin ( ــٌــ), kasrah tanwin ( ــٍــ), dhomah tanwin ــًــ ) masuk ke dalam huruf hijaiyah yang berada di belakangnya (sesudahnya). Huruf hijaiyah tersebut ada 15 huruf  di bawah ini, yaitu : ت – ث – د – ذ – ز – س – ش – ص – ض – ط – ظ – ف – ق – ك. Ke-15 huruf hijiayiah di atas tersebut tidak mengandung tasydid dan kita harus membacanya dengan dengung [ghunnah]. Cara membaca ikhfa’ haqiqi yaitu dengan cara  mengeluarkan suara نْ atau ــًــ, ــٍــ, ــٌــ dari dalam rongga hidung sampai dengan terlihat samar atau bisa juga menjadi suara “NG” atau “N” , sesudah itu disambut dengan dengung sepanjang 1 – 1 1/2 Alif atau bisa kurang lebih  2 – 3 harakat, kemudian setelah itu barulah  masuk untuk membaca huruf sesudah nun mati ataupun tanwin tersebut. Sebagai contoh :مِن دُونِهِمَا : Minnnn . . duunihimaa atau Minnnngduunihimaa  ت – مِنْ تَحْتِهَا = Minngtahtihaa Hukum bacaan mim mati Selain itu, ada juga hukum bacaan yang didasarkan pada pertemuan mim mati dengan huruf tertentu di antaranya adalah sebagai berikut.

 8. Idzhar Syafawi Idzhar Syafawi yaitu bagian dari ilmu tajwid yang terjadi ketika huruf hijaiyah Mim Sukun ( مْ ) ketemu dengan seluruh huruf hijaiyah, selain huruf hijaiyah Mim dan huruf hijaiyah Ba. Idzhar berarti terang [jelas] atau tak berdengung. Syafawi berarti bibir; sebab huruf hijaiyah Mim makhrajul hurufnya yaitu bertemunya bibir di bagian bawah dan bibir di bagian atas. Dalam istilah yang ada di dalam ilmu tajwid, Idzhar Syafawi yaitu melafalkan huruf-huruf hijiayah yang ketemu dengan huruf Mim Sukun dengan terang dan jelas, dan ini tidak disertai dengan berdengung [ghunnah]. Dan dalam  Idzhar Syafawi bisa terjadi dalam satu kalimat [kata], ataupun di luar kalimat [kata] yang terpisah. Contoh Idzhar Syafawi هُمْ نَائِمُوْنَ = hum naaaaaimuuna قُلْ نَعَمْ وَاَنْتُمْ = qul na‘am wa antum 

9. Ikhfa syafawi Ikhfa Syafawi yaitu suatu hukum tajwid yang terjadi ketika ada huruf hijaiyah Mim Sukun ( مْ ) ketemu dengan huruf hijaiyah Ba ( ب ) . Ikhfa’ berarti menyembunyikan atau menyamarkan. Syafawi berarti bibir Disebut dengan Ikhfa Syafawi sebab makhraj dari huruf hijaiyah Mim dan huruf hijaiyah Ba adalah pertemuan antara bibir bawah dan bibir atas. Hukum Ikhfa Syafawi ini sangat berbeda dengan hukum Idgham Bighunnah, Iqlab, atau Ghunnah Musyaddadah di huruf hijaiyah Mim – di dalam Al-Quran Al Karim – khusus untuk hukum Ikhfa Syafawi ini tak diberikan tanda tasydid ataupun tanda yang lain, sama halnya seperti pada hukum Ikhfa Haqiqi.  Akan tetapi, pada hukum Ikhfa Syafawi ini tetaplah wajib dibaca dengan dengung sekitar 2 – 3 harakat atau 1 1/2 alif, sebab bila hukum Ikhfa Syafawi ini tidak didengungkan, maka hukumnya akan berubah jadi hukum Izhar. Cara membaca dari hukum Ikhfa Syafawi yaitu dengan membaca lebih dulu HURUF HIJIAYAH sebelum mim sukun, setelah itu masuk ke dalam huruf Mim Sukun dengan cara mengeluarkan irama dengungnya hukum dari ikhfa Syafawi [yaitu dengan cara menahan huruf hijaiyah mim secara samar-samar]; “immng.. / ummmng.. / ammmng… ” sehingga ketika akan ketemu dengan huruf hijaiyah ب maka bibir atas dan bibir bawah dalam posisi yang tertutup. اِنَهُمْ بِدَالِكَ = innahummng bidzaalika تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ = tarmiihimmmng bihijaarotin 

10. Idgham Mitslain atau Idgham Mimi Idgham Mitslain atau Idgham Mimi merupakan hukum tajwid yang terjadi khusus untuk huruf hijaiyah Mim Sukun ( مْ ) ketemu dengan huruf hijaiyah Mim yang mempunyai harakat [ مَ  مِ , مُ ]. Disebut dengan Mitslain sebab terjadinya sebiaj pertemuan dua huruf hijaiyah yang makhraj dan juga sifatnya adalah sama persis [identik], tetapi khusus bagi huruf hijaiyah Mim Sukun yang ketemu huruf Mim yang mempunyai harakat.  Dan selain dari huruf hijaiyah Mim tersebut di atas, maka hukum yang berlaku bagi pertemuan 2 [dua] huruf yang sama yaitu huruf sukun dan huruf berharakat yaitu Hukum Mad Tamkin dan Hukum Idgham Mutamasilain. Dinamai dengan Idgham sebab cara untuk membacanya yaitu dengan cara meleburkan [menggabungkan] satu huruf hijaiyah ke dalam huruf hijaiyah sesudahnya, atau istlah lainnya adalah dengan di-tasydid-kan. Hukum dari Idgham Mitslain adalah dibaca dengan mendengung [makhraj huruf hijaiyah mim-nya jelas dan mengalun] kurang lebih sekitar 2 – 3 harakat [1 Alif hingga 1 1/2 alif] Di dalam Al-Quran Al Kariim ayat yang mengandung hukum Idgham Mitslain telah ada tanda tasydidnya. Tasydid Idgham Mitslain merupakan Tasydid Hukum, yaitu sebuah tanda tasydid yang ada dan diberikan sebab terjadinya suatu hukum peleburan atau pertemuan. Contoh Idgham Mitslain atau Idgham Mimi لَهُمْ مَايَتَقُوْنَ = lahummmmaa yattaquuna هُمْ مَااِنْفَقُوْا = hummmmaa infaquu 

11. Qalqalah Qalqalah adalah hukum bacaan tajwid, apabila huruf ba (ب), jim (ج), dal (د), ta (ط), dan qaf (ق)  atau dapat disingkat ‘baju di toko’ mendapat sukun di tengah kalimat atau wakaf di akhir kalimat.Cara membaca Qalqalah adalah memantul. Hukum bacaan qalqalah terdiri dari dua macam, yaitu qalqalah sugra dan kubra. Qalqalah Sugra adalah setiap huruf qalqalah yang mendapat sukun di tengah kata. Qalqalah Kubro adalah setiap huruf qalqalah yang berada di akhir kalimat karena mendapat wakaf



HUKUM BACAAN MAD


Hukum bacaan mad dibagi menjadi dua yaitu mad thabi’i (mad asli) dan mad far’i (mad cabang). Mad merupakan salah satu tanda baca Alquran yang harus dipahami dan jangan sampai salah membacanya. Sebab, masih ada yang memanjangkan bacaan yang seharusnya dibaca pendek, begitupun sebaliknya.

Secara bahasa, mad mempunyai arti panjang. Sedangkan menurut istilah, mad mempunyai pengertian membaca panjang huruf hijaiyah yang ada pada Alquran. Huruf mad sendiri ada tiga yaitu alif, wawu, dan ya'. 

Mad far’i sendiri terbagi menjadi empat belas. Sehingga, total jumlah hukum bacaan mad adalah lima belas.

Mad Far'i

Mad far'i secara bahasa artinya cabang. Sedangkan menurut istilah mad far'i adalah mad yang merupakan hukum tambahan dari mad thabi'i (sebagai hukum asalnya), yang disebabkan oleh hamzah atau sukun. Nah, mad far'i ini terbagi menjadi 14 macam, di antaranya sebagai berikut: 

1. Mad Wajib Muttasil

Mad far’i yang pertama yaitu mad wajib muttasil. Terjadinya mad ini apabila mad thabi’i bertemu dengan hamzah pada satu kalimat atau ayat. 

Untuk cara membacanya, wajib dipanjangkan sepanjang lima harakat atau setara dengan dua setengah kali dari mad thabi’i (dua setengah alif). Contoh bacaan ini adalah: سَوَآءٌ - جَآءَ - جِيْءَ

2. Mad Jaiz Munfasil

Bisa dibaca mad jaiz munfasil, apabila huruf alif bertemu dengan huruf hamzah di dua kalimat. Sesuai dengan arti mad jaiz munfashil, jaiz artinya boleh sedangkan munfasil artinya berpisah. 

Adapun cara membacanya yaitu 2-6 harakat. Biasanya mad jaiz di dalam Alquran mempunyai tanda seperti pedang yang melengkung dibagian atas. Contoh bacannya adalah: وَﻻَأنْتُمْ بِمَا أُنْزِلَ

3. Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi

Mad lazim mutsaqqal kilmi ini masih termasuk ke dalam macam-macam mad. Mad ini terjadi jika ada mad thabi’i bertemu dengan tasydid pada satu kata atau ayat. 

Cara membaca mad ini adalah harus panjang selama tiga kali mad thabi’i atau sekitar enam harakat. Contohnya bacannya sebagai berikut: وَﻻَالضَّآلِّينَ اَلصّاخَةُ‎

4. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi

Mad lazim mukhaffaf kilmi ini adalah mad yang terjadi jika ada mad thabi’i bertemu dengan huruf mati atau sukun. Cara membacanya adalah sepanjang enam harakat. Contohnya adalah:

ءَآلۡـَٰٔنَ وَقَدۡ كُنتُم


5. Mad Layyin

Macam-macam mad selanjutnya adalah mad layyin. Mad ini terjadi jika setelah huruf yang berharakat fathah wau, sukun, atau ya’ sukun. Cara membacanya adalah dengan lunak dan lemas. Contohnya: رَيْبٌ خَوْفٌ‎

6. Mad ‘Arid Lisuukun

Mad ‘arid lisuukun yaitu setiap huruf mad thabi’i yang bertemu dengan huruf hijaiyah dalam satu kalimat. Dibaca waqaf ketika berhenti, dan dibaca washal ketika lanjut.

Cara membacanya adalah dua harakat. Apabila dibaca washal maka hukumnya sama seperti mad thabi’i. Berikut contoh bacaanya: 

۞الْعَالَمِيْن۞ – يُؤْمِنُوْن۞ – تَعْمَلُوْن

7. Mad Shilah Qashirah

Mad shilah qashirah terjadi jika ada haa dhamir sedangkan sebelum haa tadi terdapat huruf hidup (berharakat). Maka untuk cara membacanya haruslah panjang seperti halnya mad thabi’i atau dua harakat. Contohnya yaitu: اِنَّهُ كَانَ ﻻَشَرِيْك لَهُ

8. Mad Shilah Thawilah

Macam-macam mad selanjutnya adalah mad shilah thawilah. Mad ini dihukumi jika ada mad qashirah bertemu dengan hamzah (ء). Cara untuk membacanya adalah seperti mad jaiz munfasil yaitu tiga alif atau enam harakat. Contohnya adalah: عِنْدَهُ اِﻻَّبِاذْنِه لَهُ اَخْلَدَهُ‎

9. Mad ‘Iwad

Mad ‘iwad adalah mad yang dibaca jika terdapat fathah tanwin yang ditemukan pada waqaf atau pemberhentian pada akhir kalimat/ayat. Untuk cara membacanya harus berhenti, jangan dibaca tanwinnya. Panjangnya adalah dua harakat. Contohnya adalah: سَميْعًا بَصيْرًا عَلِِيْمًا حَكِيمًا

10. Mad Badal

Mad badal adalah bacaan mad yang terjadi karena adanya huruf hamzah yang bertemu dengan huruf mad. Panjang mad ini adalah dua harakat. Contoh bacannya: أُوْتِيَ , إِيْمَانٌ

11. Mad Lazim Harfi Musyabba’

Mad Lazim Harfi Musyabba’ adalah bacaan mad yang biasanya kita temukan pada permulaan surat dari beberapa surat di Alquran. Beberapa huruf mad yang biasanya kita temukan pada surat-surat di Alquran tersebut ada 8 huruf, di antaranya adalah sebagai berikut: ن – ق – ص – ع – س – ل – ك – م

Cara membaca mad ini yaitu sepanjang enam harakat. Contohnya adalah: آلمّ (huruf lam dan huruf miim dibaca panjang)




12. Mad Lazim Harfi Mukhaffaf

Yaitu apabila ada permulaan surat dari Alquran ada terdapat salah satu atau lebih dari antara huruf yang lima yakni: ح – ي – ط – ﻫ – ر

Panjang mad ini adalah dua sampai enam harakat. Contoh bacaan mad ini adalah: يس, طه

13. Mad Tamkin

Macam-macam mad selanjutnya adalah mad tamkin. Mad ini terjadi jika terdapat ya’ sukun yang didahului dengan ya’ yang bertasydid dan harakatnya kasra. Panjang mad ini adalah dua harakat. Contohnya adalah: النَبِيّيْنَ حُييِّيْتُمْ‎

14. Mad Farqi

Terakhir adalah mad farqi, merupakan salah satu hukum mad thabi'i (mad asli) yang jatuh sebelum huruf yang bertasydid. Panjang mad ini adalah tiga alif atau enam harakat. Contoh bacaannya adalah sebagai berikut: قُلْ ءٰاﷲُ اذِنَ لَكُمْ ءٰٰاﷲُخَيْرٌاَمّايُشْرِكُون قُلْ ءٰٰالذَّكَرََيْنِ











                                                  






















                                             Bacaan Gharib


Berdasarkan terminologinya, seperti yang dikutip dari buku Argumentasi Bacaan Gharib dan Musykilat yang ditulis oleh Abdul Muhaimin dan Mas'ulil Munawaroh, kata gharib merupakan bentuk jamak yang diambil dari kata gharaib yang mempunyai arti di antaranya adalah sesuatu yang tidak dikenal, sesuatu yang aneh, sesuatu yang sulit dimengerti atau sulit dipahami.


Secara singkat, bacaan gharib dapat diartikan sebagai bacaan-bacaan yang jarang atau tidak banyak dalam Al Quran. Selain itu, sebagian dari bacaan-bacaan yang tergolong ke dalamnya mempunyai kekhususan dalam hal membacanya.


menurut riwayat Imam Hafsh yang tertulis dalam buku Tuntunan Belajar Tajwid bagi Pemula karya Zaki Zamani, ada beberapa bacaan gharib yang berlaku di Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut.


Jenis Bacaan Gharib Menurut Imam Hafsh


1. Saktah, bacaan saktah ditandai dengan huruf sin kecil (س) atau dengan tulisan lengkap saktah (ساكته). Cara membacanya dengan berhenti sejenak tanpa bernapas sepanjang dua harakat.


Contoh bacaan saktah:

- QS. Yasin ayat 52, yaitu قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا ۜ ۗ هَٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ

- QS. Al Qiyamah ayat 27, yaitu وَقِيلَ مَنْ ۜ رَاقٍ


2. Isymam, bacaan isymam terjadi pada huruf nun yang bertasydid yang merupakan gabungan dari 2 huruf nun dan berdampingan satu sama lain. Sebab itu, salah satu nun tersebut dihapus. Contoh bacaan ini hanya ada satu dalam Al Quran.


Contoh bacaan isymam:

- QS. Yusuf ayat 11, yaitu لَا تَأْمَنَّا (dibaca dengan isyarat bibir dimonyongkan)


3. Imalah, bacaan ini berarti membaca fathah ( ﹷ ) yang condong ke kasrah ( ِ- ). Contoh bacaan imalah juga hanya terdapat pada salah satu surat dalam Al Quran.


Contoh bacaan imalah:

- QS. Hud ayat 41, yaitu مَجْرَاهَا (dibaca majreha).


4. Tashil, bacaan tashil pun hanya ada satu dalam Al Quran, yaitu ditandai dengan 2 hamzah yang saling berurutan. Hamzah yang pertama dibaca tahqiiq seperti hamzah pada umumnya. Sedangkan hamzah yang kedua dibaca tashil.


Cara membacanya dengan membunyikan hamzah seperti huruf ha' yang samar, yaitu antara bunyi hamzah dengan bunyi alif.


Contoh bacaan tashil:

- QS. Fussilat ayat 44, yaitu أَأَعْجَمِيٌّ


5. Naqel, bacaan naqel berarti memindahkan kasrah ( ِ- ) pada huruf hamzah ke huruf sebelumnya. Contoh bacaan ini pun hanya terdapat pada satu surat.


Contoh bacaan naqel:

- QS. Al Hujurat ayat 11, yaitu بِئْسَ الِاسْمُ (dibaca bi' salismul)














Waqaf

Tanda waqaf dalam Al-Quran wajib dipahami dan dimengerti oleh seluruh umat Islam. Hal ini dimaksudkan agar saat membaca ayat suci Al-Quran, bisa menjaga adab-adabnya untuk memperoleh pahala yang sempurna. Berbicara soal waqaf, jika ditinjau dari segi bahasa waqaf (وقف) sendiri memiliki makna menahan atau berhenti.

Sedangkan dari sudut istilah tajwid, waqaf merupakan penghentian bacaan sejenak dengan memutuskan suara di akhir perkataan untuk bernapas dengan niat ingin menyambungkan kembali bacaan.

Untuk lebih jelasnya, berikut Merdeka.com merangkum jenis-jenis tanda waqaf di dalam Alquran beserta penjelasannya dilansir dari laman Liputan6:

 

Jenis Waqaf

تام (tāmm): merupakan waqaf sempurna yaitu pemberhentian pada suatu bacaan yang dibaca secara sempurna, atau tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, dan tidak memengaruhi arti dan makna dari bacaan karena tidak memiliki kaitan dengan bacaan atau ayat yang sebelumnya maupun yang sesudahnya.

كاف (kāf): waqaf yang memadai yaitu pemberhentian pada suatu bacaan secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, tetapi ayat tersebut masih berkaitan makna dan arti dari ayat sesudahnya.

ﺣﺴﻦ (ḥasan): waqaf yang baik yaitu berhenti pada sebuah bacaan atau kata yang sempurna, tidak mempengaruhi arti atau makna. Akan tetapi bacaan tersebut masih mempunyai hubungan makna dengan kata setelahnya.

ﻗﺒﻴﺢ (qabīḥ): wakaf buruk yaitu pemberhentian bacaan secara tidak sempurna atau penghentian bacaan di tengah-tengah ayat. Wakaf ini harus dihindari, karena bacaan yang diwakafkan masih berkaitan lafaz dan maknanya dengan bacaan yang lain sehingga arti dari ayat terebut bisa rusak.

Tanda Waqaf La Washal, Mim, Sad dan Sad-lam-ya

1. Tanda waqaf  (لا) atau Waqaf La Washal memiliki arti 'tidak boleh berhenti'. Jika membaca Al-Quran dan menemui tanda waqaf ini ditengah ayat makan tidak dierbolehkan berhenti. Namun, jika tanda waqaf ini berada di akhir ayat maka diperbolehkan berhenti.

2. Tanda waqaf mim ( مـ ) atau Waqaf Lazim berarti mengharuskan berhenti di akhir kalimat sempurna. Tanda mim ( م ) sendiri memiliki kemiripan dengan tanda tajwid iqlab, namun sangat jauh berbeda dengan fungsi dan maksudnya.  


3. Tanda waqaf sad ( ﺹ ) atau Waqaf Murakhkhas memiliki arti bahwa lebih baik untuk tidak berhenti saat membacanya, namun dierbolehkan berhenti jika darurat karena tidak mengubah makna. Perbedaan antara hukum tanda zha dan sad adalah pada fungsinya, dalam kata lain lebih diperbolehkan berhenti pada waqaf sad.


4. Tanda waqaf sad-lam-ya' ( ﺻﻠﮯ ) merupakan singkatan dari "Al-wasl Awlaa" yang bermakna "wasal atau meneruskan bacaan adalah lebih baik", maka dari itu meneruskan bacaan tanpa mewaqafkannya adalah lebih baik.

Tanda Waqaf qaf, sad-lam, qif, sin, dan laa

5. Tanda waqaf qaf ( ﻕ ) merupakan singkatan dari "Qeela alayhil waqf" yang bermakna 'telah dinyatakan boleh berhenti pada wakaf sebelumnya', maka dari itu lebih baik meneruskan bacaan walaupun boleh diwaqafkan.


6. Tanda sad-lam ( ﺼﻞ ) merupakan singkatan dari "Qad yoosalu" yang bermakna "kadang kala boleh diwasalkan", maka dari itu lebih baik berhenti walau kadang kala boleh diwasalkan.


Wasal sendiri merupakan tanda yang berarti terus dibaca atau bersambung. Membaca Al-Qur’an dengan wasal artinya jika ada tanda baca wasal, cara membacanya diteruskan atau disambung dengan kalimat berikutnya. Tanda waqaf dan wasal ini sering disebut dengan nama tanda-tanda waqaf.


7. Tanda waqaf Qif ( ﻗﻴﻒ ) bermaksud berhenti! yakni lebih diutamakan untuk berhenti. Tanda tersebut biasanya muncul pada kalimat yang biasanya pembaca akan meneruskannya tanpa berhenti.


8. Tanda sin ( س ) atau tanda Saktah ( ﺳﮑﺘﻪ ) menandakan berhenti seketika tanpa mengambil napas. Artinya, pembaca haruslah berhenti seketika tanpa mengambil napas baru untuk meneruskan bacaan.

Tanda Waqaf kaf, titik tiga, waqfah dan tho

9. Tanda waqaf kaf ( ﻙ ) merupakan singkatan dari "Kathaalik" yang bermakna "serupa". Artinya, makna dari waqaf ini serupa dengan waqaf yang sebelumnya muncul.


10. Tanda waqaf tho ( ﻁ ) adalah tanda Waqaf Mutlaq yang berarti harus berhenti.


11. Tanda waqaf jim ( ﺝ ) adalah Waqaf Jaiz. Boleh berhenti dan boleh untuk dilanjutkan.


12. Tanda waqaf zha ( ﻇ ) bermaksud lebih baik tidak berhenti.


13. Tanda waqaf Waqfah ( ﻭﻗﻔﻪ ) bermaksud sama seperti waqaf saktah ( ﺳﮑﺘﻪ ), namun harus berhenti lebih lama tanpa mengambil napas.


14. Tanda bertitik tiga ( ... ...) yang disebut sebagai Waqaf Muraqabah atau Waqaf Ta'anuq (terikat).


Waqaf ini biasanya akan muncul sebanyak dua kali di mana-mana saja dan cara membacanya adalah harus berhenti di salah satu tanda tersebut. Jika sudah berhenti pada tanda pertama, tidak perlu berhenti pada tanda kedua dan sebaliknya.










HUKUM WAQOF DENGAN SENGAJA PADA 17 TEMPAT YANG

DI HARAMKAN WAQOF BAGI QORI' ( Pembaca Al-Quran ).

١ . ﺍﻟﻤﻨﺢ ﺍﻟﻔﻜﺮﻳﺔ، ﺹ ٦١- ٦٢

‏( ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻣﻦ ﻭﻗﻒ ﻭﺟﺐ ‏) ﺍﻟﻲ ﻗﻮﻟﻪ ‏( ﻭﻻ ﺣﺮﺍﻡ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﻟﻪ

ﺳﺒﺐ ‏) ﻭﺣﺎﺻﻞ ﻣﻌﻨﻰ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﺑﻜﻤﺎﻟﻪ ﺍﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻭﻗﻒ ﻭﺍﺟﺐ

ﻳﺄﺛﻢ ﺍﻟﻘﺎﺭﺉ ﺑﺘﺮﻛﻪ ﻭﻻ ﻭﻗﻒ ﺣﺮﺍﻡ ﻳﺄﺛﻢ ﺑﻮﻗﻔﻪ ﻻﻧﻬﻤﺎ ﻻ ﻳﺪﻻﻥ ﻋﻠﻲ

ﻣﻌﻨﻰ ﻓﻴﺨﺘﻞ ﺑﺬﻫﺎﺑﻬﻤﺎ ﺍﻻ ﺍﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﺬﻟﻚ ﺳﺒﺐ ﻳﺴﺘﺪﻋﻰ ﺗﺤﺮﻳﻤﻪ

ﻭﻣﻮﺟﺐ ﻳﻘﺘﻀﻰ ﺗﺄﺛﻴﻤﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﻘﺼﺪ ﺍﻟﻮﻗﻒ ﻋﻠﻲ ﻣﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻪ ﻭﺍﻧﻲ

ﻛﻔﺮﺕ ﻭﻧﺤﻮﻫﻤﺎ .

1. Dalam kitab " Minahul Fikriyyah, Hal 61-62.

" Tidak ada di dalam Al Quran itu waqof wajib)— sampai pada perkataannya—dan tidak haram selain tanpa adanya

unsur sebab. Dan yang berlaku pada arti bait ayat secara utuh bahwa sesungguhnya tidak ada waqof wajib yang

menjadikan si pembaca berdosa sebab meninggalkannya dan tidak pula waqof haram yang menjadikan si pembaca berdosa sebab mewaqofkannya, karena keduanya ( waqof

wajib dan waqof haram ) tidak menunjukkan pengertian bahwa sebab tidak adanya ( keduanya ) maka menjadi tak

teratur, kecuali jika hal tersebut menjadi sebab

keharamannya serta dihukumi berdosa seperti halnya

sengaja waqof pada lafadz " ﻣﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻪ ( tidak ada Tuhan )

ﻭﺍﻧﻲ ﻛﻔﺮﺕ ( dan sesungguhnya aku kafir ) dan

semacamnya.

٢ . ﻣﻨﺎﺭ ﺍﻟﻬﺪﻱ، ﺹ ١٣ -١٤ .

ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻮ ﺍﻟﻌﻼﺀ ﺍﻟﻬﻤﺪﺍﻧﻲ : ﻻ ﻳﺨﻠﻮ ﺍﻟﻮﺍﻗﻒ ﻋﻠﻰ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻮﻗﻮﻑ، ﺍﻣﺎ ﺍﻥ

ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻀﻄﺮﺍ ﺍﻭ ﻣﺘﻌﻤﺪﺍ ﻓﺎﻥ ﻭﻗﻒ ﻣﻀﻄﺮﺍ ﻭﺍﺑﺘﺪﺃ ﻣﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻏﻴﺮ

ﻣﺘﺠﺎﻧﻒ ﻻﺛﻢ ﻭﻻ ﻣﻌﺘﻘﺪ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺯﺭ .

2. Dalam kitab " Manarul Hudaa, Hal.13-14.Telah berkata Imam Abul 'Allaa' Al Hamdaniy ; Waaqif Orang yg mewaqofkan/ memberhentikan bacaannya ))

Jangan sampai melewati ( batas ) waqof-waqof ( yg diharamkan ) tersebut sekalipun terpaksa atau sengaja berhenti. Maka jikalau terpaksa berhenti dan memulai dari 

ayat  sesudahnya tanpa sengaja melakukan kesalahan dan tidak meyakini pada maknanya, maka tidak ada dosa baginya.

( Lanjutan redaksi dari kitab Manarul Huda, Hal. 13-14 )

وقال شيخ الاسلام : عليه وزر ان عرف المعنى لأن الابتداء لا يكون الا اختياريا، وقال ابو بكر بن الانباري : لا اثم عليه وان عرف المعنى لان نيته الحكاية عمن قاله وهو غير معتقد لمعناه، وكذا لو جهل معناه، ولا خلاف بين العلماء ان لا يحكم بكفره من غير تعمد واعتقاد لمعناه. واما لو اعتقد معناه فانه يكفر مطلقا وقف ام لا، والوصل والوقف في المعتقد سواء. اذا علمت هذا عرفت بطلان قول من قال : لا يحل لمن يؤمن بالله واليوم الآخر ان يقف علي سبعة عشر موضعا، فان وقف عليها وابتدأ ما بعدها فانه يكفر ولم يفصل، والمعتمد ما قاله العلامة النكراوي : انه لا كراهة ان جمع بين القول والمقول لانه تمام قول اليهود والنصارى، والواقف علي ذلك كله غير معتقد لمعناه، وانما هو حكاية قول قائلها حكاها الله عنهم، ووعيدا لحقه الله بالكفار، والمدار في ذلك علي القصد وعدمه. وما نسب لابن الجزري من تكفير من وقف علي تلك الوقوف ولم يفصل فنفى ذلك نظر نعم ان صح عنه ذلك حمل علي ما اذا وقف عليها معتقدا معناها فانه يكفر سواء وقف ام لا، والقارئ والمستمع المعتقدان ذلك سواء.

Berkata Syaikhul Islam : " Bagi si pembaca adalah berdosa apabila ia mengetahui maknanya, karena sesungguhnya permulaan ( baca ) tidak akan terjadi kecuali bersifat opsional atau pilihan ( dari pembaca itu sendiri ). Telah berkata Abu Bakar Al-Anbariy : " Tidak berdosa bagi qori' meskipun mengetahui arti / maknanya, karena sesungguhnya niat qori' hanyalah menceritakan dari apa yang dikatakan dalam redaksi ayat tersebut, dan qori' bukanlah orang yang meyakini terhadap maknanya, dan hal ini berlaku pula bagi orang yang tidak tahu maknanya. Dan tidak ada perbedaan dikalangan ulama' bahwa sesungguhnya tidak bisa dihukumi kufur orang yang tidak sengaja dan yang tidak meyakini terhadap maknanya. Adapun seandainya ia meyakini terhadap maknanya, maka sesungguhnya dia dihukumi kafir secara muthlaq, baik ia mewaqofkan atau tidak, menyambung dan mewaqofkan adalah sama saja bagi orang yang meyakininya. Jikalau ia tahu hal ini dan mengerti maka batal lah pendapat orang yang mengatakan, " Tidak boleh bagi orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir untuk berhenti pada 17 tempat ( yang dilarang waqof ), maka apabila ia ( tetap ) waqof pada 17 tempat tersebut dan ibtidak ( mengawalinya ) pada kalimat sesudahnya maka sesungguhnya ia dihukumi kafir tanpa perlu diperinci lagi.

Adapun pendapat yang mu'tamad sebagaimana yang dikatakan oleh 'Allamah An-Nakrowiy : " Sesungguhnya  tidaklah dibenci apabila mengumpulkan jadi satu antara ucapan dan yang diucapkan, karena sesungguhnya itu adalah sempurnanya ucapan orang yahudi dan nashrani, dan orang yang waqof pada hal tersebut secara keseluruhan bukanlah orang yang meyakini akan maknanya, dan sebenarnya ia hanya menceritakan perkataan orang yang mengatakannya sebagaimana Alloh mengisahkannya tentang perkataan mereka, serta merupakan peringatan keras bagi mereka yang menyetarakan Alloh dengan ( perkataan ) orang-2 kafir tersebut, dan topik pembicaraan didalam hal ini hanya pada niat atau tidaknya.

Dan pendapat yang disandarkan kepada Ibnu Al-Jazariy terhadap pengkafiran orang yang waqof pada waqof-2 yang disebutkan tadi tanpa diperinci, maka penafian terhadap hal ini perlu dipertimbangkan, ya..apabila memang benar dari padanya terhadap permasalahan yang disebutkan tadi terdapat konsepsi dari apa yang apabila qori mewaqofkan padanya ( waqof2 tersebut ) serta meyakini maknanya, maka ia dihukumi kafir baik ia waqof atau tidak adalah sama saja, dan qori maupun pendengar yang sama-sama meyakini akan makna tersebut juga sama kufurnya.

Jadi kesimpulannya adalah, Waqof ( berhenti ) dengan sengaja pada 17 tempat yang diharamkan waqof sebagaimana yang tertera pada kitab " Risalatul qurro' wal huffadz fii ghoriibil qirooati wal alfaadz " karya KH. Abdulloh Umar, adalah haram istilahiyy ( ﺣﺮﺍﻡ ﺍﺻﻄﻼﺣﻲ ) yang berarti tidak berdosa. Sebab pada dasarnya tidak ada waqof yang haram syar'i ( ﺣﺮﺍﻡ ﺷﺮﻋﻲ ) dalam artian

berdosa, selagi tidak ada maksud- maksud tertentu yang dapat mengakibatkan haram dan bahkan kufur.

Adapun 17 bacaan-bacaan yang haram mewaqofkannya, atau seumpama sengaja mewaqofkannya walaupun disitu ada tanda waqof atau tidak, adalah sebagai berikut :

1. ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺿﺎﺀﺕ ﻣﺎ ﺣﻮﻟﻪ — Suroh Al-Baqarah, Juz 1, ayat 17.

2. ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻮﺗﻮﺍ — Suroh Al-Baqarah, Juz 2, ayat 243.

3. ﺍﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻘﻴﺮ — Suroh Ali-Imron, Juz 4, ayat 181.

4. ﻓﺒﻌﺚ ﺍﻟﻠﻪ ﻏﺮﺍﺑﺎ — Suroh Al-Maidah, Juz 6, ayat 31.

5. ﻭﻗﺎﻟﺖ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻳﺪ ﺍﻟﻠﻪ — Suroh Al-Maidah, Juz 6, ayat 64.

6. ﺍﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺛﺎﻟﺚ — Suroh Al-Maidah, Juz 6, ayat 73.

7. ﻭﻣﺎ ﻟﻨﺎ — Suroh Al-Maidah, Juz 7, ayat 84.

8. ﻭﻗﺎﻟﺖ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ — Suroh At-Taubah, Juz 10, ayat 30.

9. ﻭﻗﺎﻟﺖ ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ — Suroh At-Taubah, Juz 10, ayat 30.

10. ﻟﻔﻲ ﺿﻼﻝ ﻣﺒﻴﻦ — Suroh Yusuf, Juz 12, ayat 8.

11. ﻭﻣﺎ ﺍﻧﺘﻢ ﺑﻤﺼﺮﺧﻲّ — Suroh Ibrahim, Juz 13, ayat 22.

12. ﻟﻢ ﻳﺘﺨﺬ ﻭﻟﺪﺍ ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ — Suroh Al-Isro' / Bani Isroil, Juz 15, ayat 111.

13. ﻭﺍﻟﺤﺎﻓﻈﺎﺕ ﻭﺍﻟﺬﺍﻛﺮﻳﻦ — Suroh Al- Ahzab, Juz 22, ayat 35.

14. ﺍﺻﻄﻔﻰ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ — Suroh Ash-Shoffat, Juz 23, ayat 153.

15. ﺍﻻ ﻣﻦ ﺗﻮﻟﻰ ﻭﻛﻔﺮ — Suroh Al-Ghoshyiyyah, Juz 30, ayat 24.

16. ﺍﻥ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﻟﻔﻰ ﺧﺴﺮ — Suroh Al-'Ashr, Juz 30, ayat 2.

17. ﻓﻮﻳﻞ ﻟﻠﻤﺼﻠﻴﻦ — Suroh Al-Ma'un, Juz 30, ayat 4.

Daftar 17 bacaan yang haram diwaqofkan ini sesuai yang tercantum dalam kitab " Risalatul Qurro' wal Huffadz fii Ghoroibil Qiroati wal Alfadz " karya KH. Abdulloh Umar Semarang.


Comments

Popular posts from this blog

khutbah jum'at pembersih hati bulan rojab

siroh nabawi